Beberapa hari ini aku mulai familiar dengan istilah-istilah
DPT, DPTB, Pemilih Tambahan dll.
Semuanya terkait dengan hiruk pikuk PEMILU Presiden dan tuntutan pasangan capres Probowo Hatta yang diajukan ke MK. Salah satu keberatannya adalah banyaknya
pemilih tambahan pada TPS-TPS. Di layar
Berita Satu seorang saksi menyatakan adanya tambahan pemilih yang dahsyat di 3
TPS yang sudah dibongkar kotaknya. Aku
tidak begitu jelas apa kriteria saksi
tsb dengan kata “dahsyat”. Seperti yang
dia katakan adanya tambahan 200 orang di TPS sebuah rumah sakit? Apakah itu
angka yang berlebihan sehingga memacu kecurigaan adanya kecurangan? Atau sebenarnya merupakan kesalahan
administrasi karena kurangnya pengetahuan semua pihak?
Aku merefer lagi kepada pengalamanku melakukan pemilihan
dengan tidak biasa. Mungkin sebutannya
adalah DPT yang melakukan pemilihan di tempat lain tanpa mendaftar terlebih
dahulu. Nah, itu masuk kategori manakah?
DPTB, pemilih tambahan atau apa? Yang
pasti aku saat itu tidak memahami semua istilah Pemilu. Aku hanya ingin menjadi warga Negara yang
baik dan turut serta memilih calon pemimpin bangsa.
1 July 2014
Jakarta
Memeriksa website KJRI New York untuk memastikan tanggal
dilakukannya pencoblosan. Ada!. Dilakukan
lebih dini di tgl 5 July. Anakku sangat senang karena ini akan menjadi
momen pertamanya melakukan pemilihan umum.
Memeriksa lagi persyaratannya : bagi yang tidak terdaftar,
dapat hanya membawa passport . Oke.
Simple.
Saat itu suamiku mengatakan, harusnya minta surat dari
panitia sini untuk pengantar. Aku
mengatakan tidak perlu, karena di website menyatakan cukup dengan membawa
passport.
4 July 2014
New York
Sekali lagi aku mengecek website KJRI, untuk memastikan jam,
tanggal dan tempatnya. Masih sama. Tgl 5,
untuk pemilih tambahan datang pada jam tertentu Aku lupa tepatnya, tetapi perkiraanku adalah
setelah semua pemilih terdaftar melakukan penjoblosan. Sudah terbayang tempatnya Tidak jauh
dari Central Park.
5 July 2014
KJRI New York
Rombonganku (berenam : 4 Pemilih & 2 pengantar) tiba di
KJRI. Ternyata masih ada antrian
panjang. Untuk yang baru datang harus
mendaftar ke ruang bawah. Disana ada
petugas PPLN yang melakukan
pendaftaran. Lumayan penuh di ruang
bawah itu. Tampak beberapa orang sedang
berdebat dengan sang petugas. Lalu
selanjutnya aku memberikan passportku.
Dia menanyakan formulir A5, yaitu
formulir yang merupakan formulir pindah penjoblosan
dan ditandatangani oleh panitia di tempat terdaftar awal. Tentu saja aku tidak punya. Karena memang
tidak aku urus. Website KJRI itu
mengatakan passport saja. Wahhh miskom.
Jadi tidak bisa mencoblos? PPLN
dengan tegas mengatakan : TIDAK BISA!
Anakku terlihat sangat kecewa. Akupun. Karena momen ini kan sudah direncanakan
jauh-jauh hari. Informasi yang menyesatkan itu, menyebabkan peristiwa penting
itu tidak akan dijalani.
Belum habis keherananku, berdatangan beberapa orang lagi
dengan kasus yang sama. Ternyata bukan
aku saja!. Semakin sore semakin banyak
orang bernasib serupa, mereka datang sesuai dengan persyaratan jam pencoblosan
bagi pemilih tambahan. Jadi semakin
seru. Karena semakin banyak orang, semakin keras kita melakukan protes. Ini kan hak warga Negara.
Aku sempat bertanya pada beberapa orang : kenapa sih
sekarang ngotot melakukan penjoblosan?
Jawabnya hampir sama : “Tahun ini harus. Karena sekarang berbeda.
Saatnya menentukan orang yang benar untuk memimpin Negara kita”. Jadi berduyun-duyunlah pemilih tambahan itu
datang.
Mengapa tidak bisa menjoblos?
Karena tidak ada formulir A5.
Ditakutkan akan bisa dimanipulir dengan melakukan
pencoblosan ganda. Setelah dari NYC bisa mencoblos lagi di tempat asal.
Tentu saja kami memahami alasan itu. Tetapi pasti ada jalan keluarnya. Kita kan bukan orang-orang yang bisa dibayar
untuk kebutuhan politik tengil
Caranya misalnya dengan memberikan copy KTP, lihat DPT di
web KPU, sampai memberikan tiket pesawat kepulangan.
PPLN mengatakan hanya bisa, jika form A5nya diurus saat ini
juga.
Tentunya tidak mungkin juga,
karena sekarang minggu dini hari waktu Indonesia. Susah mencari para panitia daerah masing-masing
untuk minta dibuatkan A5.
Jadi, tetap ditolak
dengan keras oleh PPLN
Hingga beberapa calon
pemilih naik pitam.
Akhirnya perwakilan calon pemilih meminta untuk disambungkan
dengan KPU Pusat guna meminta kebijakan.
Proses bolak balik ngotot ini sekitar 3 jam lebih. Hingga berhasil mengajukan solusi yang menurutku
dapat dipertanggung jawabkan :
- Lihat di daftar KPU,
apakah ada namanya disana
- Serahkan fotocopy KTP
- Tulis TPS asal
Diharapkan dokumen2 ini akan menjadi bahan cross check yang
berharga pada saat diperlukan.
Oke. Deal. Dengan
tambahan persyaratan selama kertas suara masih tersedia. Cukup adil.
Semua menerima. Keadaan menjadi tenang.
Masalah lain ternyata di daftar KPU nama anakku tidak
muncul. Dia sedih sekali. Aku
bilang, coba saja tetap mendaftar memilih. Toh usianya sudah 17 tahun. Harusnya datanya sudah tercantum di KPU (tapi
seingatku aku belum pernah mendaftarkannya. Aku pikir itu akan berlaku secara
otomatis saat membuat E KTP).
But anyway, anakku itu berhasil untuk mencoblos. Kami semuapun berhasil. Dan kami merasa
sangat lega karena sudah mampu memberikan suara kami untuk kepentingan Negara.
Dari peristiwa ini,
aku ingin memberikan gambaran :
- bahwa ada pertambahan
jumlah pemilih yang cukup banyak. Tetapi ini bukan rekayasa.
- bahwa KPU dan PPLN sangat disiplin dengan peraturannya. Namun karena desakan lapangan yang keras dan argumen yang dapat dipertanggungjawabkan, maka mereka dapat mengabulkan permintaan untuk pengecualian.
Peristiwa yang sama juga berlangsung di Los Angeles. Mungkin saking banyaknya peminat, surat
suaranya sampai tidak mencukupi.
Jadi pertambahan ini
bukan sebuah kecurangan yang massive, tetapi karena timbulnya niat
memilih yang tiba-tiba menjadi tinggi.
Kembali ke persidangan MK saat ini, aku tidak berkeinginan
untuk memihak .
Tapi di televisi itu, saksi
lebih banyak berasumsi sendiri dengan bahasa-bahasa yang bombastis.
Yang terakhir, saat kembali ke Jakarta, ternyata di meja
tamu tergeletak 3 surat undangan
untuk DPT. Salah satunya adalah untuk anakku. Yang ini pasti juga bukan kecurangan, tetapi
kegagalan sistem update data peserta pemilu.
Salah satu kelemahan dari keseluruhan sistem pencatatan.
Catatan ini hanya sebagai tanggapan pribadi atas apa yang
tersaji di layar televisi atau media lainnya perihal kata2 : KECURANGAN PEMILU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar