Sabtu, 30 Desember 2017

LIVE in USA?




Aya sudah 3 tahun lebih tinggal di USA, tepatnya di Denver, Colorado
Bukan hal yang mudah untuk  seorang remaja usia 17 tahun memulai kehidupan baru, jauh dari orang tua. Namun dengan segala usaha Aya mampu berdaptasi, berteman dan mendapatkan nilai yang baik di Universitas.  Bagaimana kehidupan remaja usia 20 tahun ini selama di sana?  Simak selalu cerita menariknya  di youtube channel : Sara 'Aya' Graciantia. 

Dan ini adalah cerita pertamanya, 
sebagai part ke-1  dari serial Christmas selama di Oklahoma, USA. 

Senin, 13 November 2017

"MBAK SIAPA YA?" - FFI 2017, the untold story



FFI itu familiar sangat untuk benakku
Sejak dari SMA dulu, aku mengejar undangannya hanya untuk dapat menemui sang idola Ray Sahetapy  di Gasibu – Bandung 
(huhuiiii).

Entah energi apa yang membawa  keajaiban.
Pada event awarding yang berbeda, berpuluh tahun sesudahnya aku justru mewakili Ray Sahetapy menerima Piala Terpuji FFB di sekitaran tempat yang sama di Bandung. Dengan posisi berbeda,  sebagai seorang producer film.

(energi itu bermata.  walaupun kamu bukan siapa-siapa)

Cerita selanjutnya tetap mengarah kepada FFI
Ketika aku "terjerumus" pada kepanitiaan dengan predikat Ketua Bidang Acara FFI 2017.
Hmmmm,  aku bertanya pada energi : ini perbuatanmu lagikah?

Konon katanya FFI itu adalah sebuah medan pertempuran yang luar biasa.
Apalagi kamu punya bench mark :  Acara FFI 2016 adalah the best !
No wonder .. ada seorang Jay Subiakto dan Inet Leimena

Aku … siapa?

Lalu aku merunut. 
Ternyata kondisi tidak memungkinkan untuk mendapatkan tim kreatif pada saat persiapan.  Semuanya tercantum pada RAB (Rancangang Anggaran Belanja) yang baru akan ditenderkan kemudian. Sementara semua orang berteriak : 
"Konsep Acaranya manaaa?" 
"Konsep Kreatif mana detailnya untuk bisa ditenderkan"

Wait ….  !!
Ada yang keliru di sini.  Tapi ini adalah fakta. Dan pertempuran di mulai dari titik ini.

Aku bicara berbusapun, tanpa bantuan solusi.
Kecuali aku mencari pemecahannya sendiri.

Aku bertanya : Apakah karena aku bukan seorang Reza Rahadian, sehingga aku berteriakpun tidak ada yang mendengarkan? Kasih saya creative person!
Jawabannya adalah kembali ke : RAB ya ada di pihak SULUT, yang akan dikeluarkan nanti pada saat EO sudah terpilih.
Woaaaa. Berarti tidak dapat diubah. 
Klise : Ayam atau telur. Telur atau ayam.

(Energi mengocok kepala dan otakku)

Lalu tiba-tiba mataku menangkap sosok  seorang : Herty Purba.  
Salah satu legenda produksi televisi.
“Mbak mau gila ngak, temenin aku di FFI?”
Dia mengangguk dengan ringan.

Kemudian hadirlah seorang Titien Wattimena bersama Ruth Pakpahan
Lalu tampaklah Sapto
Aku masih mereka-reka.  Aku dan mereka?  Semua baru bagiku.

(Aku dan Titien Wattimena akhirnya sepakat :
kita sama sebagai mahluk yang sering terusir di Red Carpet
Lalu kita bercita-cita : Red Carpet kali ini milik kita !)

Lalu kupanggil teman sehidup semati di setiap event : Langlang Salaka dan istrinya Yetti. 
“Mau ngak?  Ini event untuk dedikasi”
Lhaa dedikasi apa. Mereka bukan orang filmpun hahahahah
Mereka mau bergabung, karena mereka tahu akan ada pacuan adrenalin di depan.

Singkat cerita medan ini diisi dengan beragam gaya salto.
Salto pertama dari ide : Berbeda itu Indah yang milenial
Woiiii :  aku mau pink milenial menggantikan warna hitam
FFI itu jangan terlihat tua
Tapi harus merangkul generasi penerus
Keluarlah si FFI Magenta. 
Pada jurus ini selama pagi siang malam subuh ditemani oleh seorang Dimas,
yang mengatakan : aku bahkan tidur dengan laptop. 
Aku menyahut : akupun.
Dengan selingan : kalau sampai laptop ini hancur, tanggung jawab siapa
Hmmmmm … itu yang namanya dedikasi mungkin. 

Salto kedua adalah :
Malam Nominasi.
Hanya hitungan 5 hari mempersiapkan.
Pada akhirnya aku berterimakasih karena memiliki teman-teman baik yang mampu membuat ini nyata. 
Terimakasih Raffless Hotel, thank you Hengky!
dan Hero-san untuk Veranda Hotel.

Salto berikut adalah :
Mencari solusi rancangan acara Malam Penganugerahan
Ada 23 Penghargaan
Wahhhh …  
Antara budget dan durasi yang diperlukan
Kita coba 2 jam?
Ternyata secara rundown tidak memungkinkan.
TVpun akan menolak untuk tayangan 3 jam di prime time mereka.
2,5 Jam!
Kita coba yaaa ….

Prioritas utama adalah : hadirin di acara tidak terganggu dengan selingan Floor Director (FD) yang memecahkan segmen by segmen
Jangan sampai ada teriakan : tiga dua satu ….
Jadi rundown harus benar-benar2 ketat  tanpa gangguan commercial break dan terasa mengalir. 

Salto selanjutnya adalah :
Penetapan EO baru terjadi 17 hari sebelum hari H.
Hahahahaha.
Apa yang bisa kamu lakukan kecuali tertawa.
Karena acaranyapun dilakukan di MANADO!
Sementara pada saat penetapan itu aku ada di Japan melakukan shooting.
Otomatis hanya bekerja seminggu lebih, untuk penyesuaian dan eksekusi.

Lalu nasibpun membawaku melakukan verifikasi meeting TV stasiun by conference call  : Japan – JKT
Kemudian mondar mandir JKT – MANADO  seperti aku melakukan perjalanan JKT – Pulo Gadung.

Rangkapan Salto terjadi pada saat penetapan tv stasion ada di 10 hari sebelum hari H.
Live di 3 tv skala nasional!
TVpun sudah tidak mau ambil resiko untuk memproduksi sendiri.  Beruntungnya aku memiliki Herty Purba dan kemudian ada bantuan tim produksi yang sangat berdedikasi.
Beruntungnya juga aku  dipercaya teman-teman broadcast untuk memimpin ini semua.   
Ada ikatan yang tak perlu dituliskan. Sesama  awak media,  dari manapun itu asalnya,  kita saling bergandengan tangan mendukung satu sama lain. 

Dalam hal ini aku berterimakasih kepada Beni Baho,  dari GTV yang pada akhirnya mengatakan : tak perlu tv stasiun yang memproduksi.  Karena biayanya akan terlalu mahal.  Perkataan itu yang mendorong hatiku untuk bersikeras menuntaskan tugas ini. 

(Energi tak hanya memberi mata. Dia juga mendatangkan kawan lama)

Lalu datanglah seorang Chepy dengan konsep panggungnya
Yang membuat EO lokal bekerja keras memenuhi semua spesifikasinya
Lalu datanglah seorang Henry  Firmansyah yang mampu memetakan permasalahan kreatif dan teknis.
Aku  meminta dengan sangat kali ini aku harus didampingi oleh Show Director yang aku tahu, maka hadirlah : Irvan Bunder. 

Dan dalam kecepatan yang kita mampu, sebaran permasalahan mulai kita jahit satu persatu. 

Perekrutan tim dilakukan dengan penekanan : Mission Impossible!
Tanpa ada kata kegagalan.
Termasuk pada mas Andi Rianto  yang mengatakan : Ngak pernah lho begini, dalam beberapa hari. 
Massss … kamu pasti bisa!  Aku percaya kamu. Kamu harus percaya aku!
Atau Cindy dari opening act yang selalu mengatakan : dicoba yang terbaik.

Kemudian datanglah  Kang Dicky  untuk multimedia,
dan satu sosok lagi untuk teknik.

28 orang bergabung sesudahnya.

Ahhh. … mulai ada binar yang memacu semangat. 

Selanjutnya  ada beberapa orang lagi dari Mediate Agency dan G-TV
Kemudian tim satelit.

Sudah utuh!

Titien Wattimena pada tempatnya untuk opening Act
Ruth pakpahan mentaati tugas yang kuberikan : mengawal rundown bersama tim kreatif.
Langlang dan Yetti pada segala hal berbau off-air, crew dll
Sapto membantu aliran para tamu, saat tim protokoler tak terlalu berfungsi. 
Henry bertanggung jawab pada kelancaran on-air
Bunder di FOH untuk keseluruhan acara stage. 

Tim EO juga berjuang luar biasa.  Skema panggung Cheppy bukan panggung yang mudah.  Beberapa vendor lokal  siang malam mengerjakan.
Charles dan Angel sang  pejuang EO itu juga berusaha memenuhi semua spesifikasi yang dibutuhkan dengan perubahan-perubahan yang ada. 
Mereka harus memobilisasi alat dan vendor dalam waktu singkat dari Jakarta, dari Makassar. 

(Energi itu merekatkan dalam langkah yang sama dan membangun rasa saling percaya)

Yang menjadi hal sulit adalah mencari artis pengisi acara.
Hanya dalam waktu 3 hari?
hahahaha.
Dalam list pemda Sulut tercantum daftar artis-artis.
Aku cuma memberikan komentar :
"Pak, mintalah ke saya orang-orang dalam  list itu 6 bulan yang lalu". 

Ahh ...  apakah kita sedang membangun candi?
Mungkin juga
Karena orang-orang selalu mengatakan : ini Roro Jonggrang!
Candi FFI 2017
Untuk  kepuasan Off-air dan On-air

Roro Jonggrang itu berkain
Aku?  Dengan shortpants putihku masih mondar mandir membujuk tamu yang sudah tidak sabar masuk ke ballroom

“Ibu, maaf ya, belum bisa masuk. Karena masih latihan”
“Saya Gubernur PKK”
(aku berpikir,  ohhh mungkin ada jabatan gubernur baru)
“Ya ibu Gubernur, tetapi tetap belum bisa masuk ya”
"Jangan dorong-dorongan ya bu, kursinya ngak ke mana mana"

atau saat tamu-tamu itu menduduki kursi artis
“Ibu maaf,  ini kursi sudah diatur untuk artis”
“Saya mau di sini, dekat dengan saudara saya yang artis itu”
“Tapi ibu bukan artis. Artis itu yang suka ada di tv bu, di bioskop. Ibu ngak pernah”
si ibu tak bergemingpun.
Aku berlalu dengan kepala nyut-nyut.

Pada akhirnya konsep window di screen tv  untuk para nominator  terbuang, karena antusiasme undangan yang duduk di sana sini tak beraturan.

Sepertinya semuanya menjadi lancar.
Namun sesungguhnya tim on-air berjuang keras menuntaskan tayangan ini hingga akhir.  Program awarding  adalah program yang sulit untuk dikendalikan waktunya.  Banyak percakapan, banyak lintasan jalan, banyak pidato.
Apa yang terjadi saat diketahui akan over durasi?
Semua berjumpalitan.  Tim rundown melobby  host, pembaca dan pengisi acara.
Aku mengatakan kepada Adipati Dolken: "Dodot, kamu ngak perlu ngomong panjang-panjang ya. lupain script"
Ruth juga menghampiri  pak Dirjen : "Pak, maaf ya sudah over durasi".
(beruntung semua mengerti situasinya)

Dipa dari Mediate Agency melobby tv station untuk memberikan waktu tambahan. 
(Gtv okey untuk tambahan 15 menit, I-news oke, TVRI oke)
Mida produser Gtv berkoordinasi dengan MCR Jakarta.
Herty Purba menyisir rund down on-air untuk membuang yang mungkin dibuang tanpa mengorbankan konten pentingnya.
Aku memutuskan menyatukan segmen 7 dan 8 tanpa commercial break.
Koordinasi dilakukan antara on-air dan FOH.

Penyesuaian dan keputusan cepat yang harus dilakukan di saat-saat akhir benar-benar memicu jantung!  Seru! 

Hingga  ketika akhirnya Mission Impossible ini terselesaikan,
seorang Herty Purba mengatakan : Ini Gila!
Hahahaha. 
Kegilaan ini yang memacu kita untuk bersatu kan ... 
“Kamu lebih gila!” kata tambahannya merujuk padaku

(Aku memang gila hahaha)

Ada yang tahu salto-salto kita?

Ah,  kita ini  bukan siapa-siapa
Kita tak perlu orang lain tahu kita siapa
Kita hanya punya dedikasi kegilaan kita

Red carpetpun tak sempat tersentuh.
Aku dan Titien tetap bukan siapa-siapa

Dan penutupan manis dari “aku bukan siapa-siapa” adalah  ketika bertemu Jajang C Noer di Bandara Cengkareng pada pagi hari saat mendarat dari Manado:

“Mbak siapa ya? Di bagian Apa?”

Jleb!

(Energi itu memang bermata, mengarahkan hanya pada yang diperlukan)

Jleb itu menghasilkan share TV yang memadai di G-TV, dan kepuasan para hadirin di ruangan. 

Jleb itu adalah keseimbangan.

Dan aku bahagia.



Jakarta, 12 Nov 2017.

Sambil mengingat perkataan seseorang :
Mbak Ayie tuh biasanya mungkin hanya mengerjakan event-event private. Belum pernah yang sekompleks FFI:)

hmmm aku tak pernah menjawabnya secara cakap.
Aku hanya mau memberikan bukti dari sebuah kredibilitas.

Terimakasih untuk : 
Langlang Arya Salaka, Yetti Salaka, Dimas, Ruth Pakpahan, Titien Wattimena, Sapto, Herty Purba, Henry F., Irvan Bunder dan Team,  Cheppy, Kang Dicky, Salman, Tim Broadcast,  Rini Marsintauli, Angel, Charles, Bryan, Pak Victor, Dicky ex Lativi, Olsen, Hendra,  Lalu, Alex Sihar, Dewi Umaya, Poppy Magenta, Mas Andi Rianto, Cindy, Avi, Dinda Maruli, Mida, Dipa, Mbak Henny Myranda, All Mediate team, Syahril G-TV, Benny Baho, All G-TV team for FFI, Netta TVRI, Mas Arif TVRI, Iva Inews, Mas Anton Telkom, Priscilla Bank Sulutgo, Yano Sulutgo, Rina Lilianova, Mas Wildan, Pak Gupri, Mbak Dini, Pak Maman, Pak Parwez, Mbak Lenni L., Mas Totot, Tika G. dan semua yang terlibat di acara ini. 


Sabtu, 10 Juni 2017

APA KABAR GUNDALA PUTRA PETIR ? (HASMI)




Hallo pak Hasmi,
Bagaimana kabar di langit sana?
Sudah hampir setahun ini bapak pergi. Kita selalu  bilang surga itu di langit.
Benarkah itu?  Ada superherokah di sana?
Atau berbagai jiwa berbalut cosplay?
Mungkin bapak sedang sibuk menggarap seri baru Gundala.  Bapak membuat superhero baru? Apa judulnya ya pak?  Surgani pahlawan langit?

Hmmm, 
tiba-tiba kangen dengan bapak satu ini.
Terakhir bertemu di Rumah Sakit Bethesda – Yogyakarta.
Kondisi bapak masih sangat lemah sesudah operasi perut. 
Berbicarapun susah. Tetapi pak Hasmi berusaha untuk menyapa sambil memberikan kode 2 … 0… 1… 4…
Iyaaa 2014. Filmku yang ditonton bapak ya.
Tidak mengira bahwa itu adalah saat-saat terakhir beliau. Karena 2 hari kemudian beliau menghembuskan napasnya.



Pak Hasmi pernah menyatakan : 
“Mungkin sampai ajalku menjemput, film Gundala belum akan dibuat juga”.
Saat itu aku merespon : 
“Ihh pak Hasmi, jangan ngomong gitu. Berdoaaaaa semoga semua proses bisa cepat dan lancar”
Aku lupa, si Bapak menjawab apa lagi.

Pak Hasmi, bapaknya Gundala Putra Petir
Yang sangat bersahaja. Biasanya jika bertemu aku di Yogya beliau bersama dengan istri dan anak perempuannya yang masih kecil.
Kalau mengirimkan email, aku selalu mencek ulang lewat what’s up. Karena tidak setiap saat dia buka. “Menunggu bantuan anak dulu yaa”

Kesederhanaannya itu juga terlihat  saat beliau diminta untuk naik panggung dalam rangka press conference awal film Gundala.
Pak Hasmi maju membawa tas Gundala yang aku berikan di booth, bersandal dan tak lupa juga menenteng tas kresek hitamnya.




Lovely ya pak Hasmi!

Tentang kecintaannya pada tokoh hasil karyanya
Wahhhh … semua dalam ingatan detail.
Seolah dia memberikan nyawa pada setiap karakter.
Namun demikian pak Hasmi juga mau menerima hal-hal baru yang memperkaya kekinian hasil ciptaannya.

Dia benar-benar seniman yang open minded



Lalu, setelah kepergiannya di bulan November tahun lalu,  bagaimana kabar si Gundala?
Apakah filmnya akan segera dirilis sesuai harapan Almarhum?

Presiden Jokowi sudah mengawali dengan menyatakan bahwa Gundala adalah salah satu bacaan favoritnya dulu.  Dengan momentum itu, semoga semua proses persiapan produksi  dapat segera terlaksana.  Sehingga cita-cita seorang Hasmi dapat terwujud : melihat Gundala hidup kembali di hati anak-anak negeri.

Amin. 





#GundalaPutraPetir
#Hasmi





APA ADANYA JUPE






Aku tidak terlalu kenal dengan Jupe sebenarnya.  Atau lebih tepatnya Jupe tidak terlalu kenal aku. Kalaupun bertemu, Jupe perlu diingatkan siapa aku:). Namun, di dunia entertainment kenal dan tak kenal seseorang, garis batasnya tipis. Yang ada adalah ingat atau tidak ingat bahwa kita pernah berkenalan atau bahkan jalan bareng.



Beberapa kali bersama, yang paling berkesan adalah saat di Bali dalam rangka acara Balinale Film Festival.  Jupe datang mewakili film Gending Sriwijaya dan aku mewakili film 2014.  Kebetulan ke-2 film tersebut memiliki Casting Director yang sama, Widhi, sehingga kita bisa tersambung dalam beberapa perjalanan.

Jupe datang malam hari sendirian dengan pesawat Lion Air, langsung ke Warung  Made tempat kita - aku, Widhi, Doni Damara, Rahabi Mandra dan beberapa teman lain, sedang berkumpul. Terlalu malam, warung segera tutup dan kita harus pindah ke tempat lain.  Setelah mencari beberapa tempat tongkrongan, akhirnya Jupe mengusulkan untuk pergi ke Sky Garden. Dengan celoteh dia : “Mumpung bunda Dian (Produsernya) belum dateng nih. Udah lama juga ngak ke disco. Kalau di Jakarta dijaga ketat pacar”. Hahaha. 
Dari percakapan ini aku menilai Jupe orang yang friendly.

Saat masuk club, harus membayar cover charge.  Jupe kekurangan uang kas. Aku tidak keberatan untuk membayarkan.  Dia beberapa kali mengucapkan terimakasih dalam gaya bicaranya yang penuh candaan. Tentunya kehadiran Jupe di Sky Garden menjadi pusat perhatian. Dia menanggapi dengan komen-komen khasnya yang ramah.  Sambil berbisik kepadaku : “Pasti pada liat toket gue”.  Wahhh dia seada-adanya yaaa …  dan ketawa Jupe itu lho sangat khas. Biasanya sesudah nyeletuk Jupe akan tertawa lepas: haha haha. 
















Sekitar 3 jam kita di club,  keluar dari sana dengan keadaan setengah sadar hehehe.  Dan banyak kejadian lucu karenanya.  Dari mulai dia  menanyai orang-orang sekitar :
“Ehhhh tau ngak film gue? Kalau ngak tau awas yaa”. 
Atau mencari siapa nama supirnya. 
“Pe, sapa nama supir kamu?”
“Kadek”
“Ehh Kadek sih supir kita”

Dia ngak inget!

“Cari deh di ponsel gue, paling atas, nihh inii namanya”
Saat dilihat,  yang keluar adalah nama : Habib Selon!
Hahahaha.

Cari mencari supir ini berlangsung cukup lama,
Sambil kita ngedeprok di teras toko

Ada percakapan Jupe dengan seorang pemuda pengamen di sebelahnya.
“Ehh elu tau gue ngak?”
“Tau”
“Film gue?”
“Apaan ya?” (hahahhaa)
“Gending tau. Gending apa hayoo?”
tiba-tiba percakapan lompat tema
“Gue dari Jakarta, pake Lion”
Si pengamen memberi komentar  seenaknya :
“Ehh masak artis beken pake Lion”
hahahahha.
Jupeeee!!! 



Dini hari itu dia mengocok perut kita dengan keseadaannya dirinya.
















Tentang komitmennya, aku terkesan.
Saat pemutaran Gending Sriwijaya,  Jupe berpenampilan habis-habisan. Aku ingat bahwa untuk menarik korsetnyapun harus dibantu beberapa orang di toilet theater!
Dengan gaun panjang yang mengembang bagian bawahnya, Jupe harus berkorban duduk tak nyaman sepanjang film. Tetapi dia tidak mengeluh.  Karena dia berkomitmen memberikan yang terbaik bagi filmnya.

Sesudah momen Bali, beberapa kali aku bertemu lagi dengannya.
Ada saat Jupe tidak ingat sehingga Widhi harus menyampaikan seperti ini :
“Ini Ayie,  producer yang bayarin elu masuk ke club di Bali itu”
Lalu Jupe akan mengatakan : “Maapppp, maklum yaaa”.
Atau malah dia yang ingat : “Ahhh mbak yang bayarin aku ituuu”
Hehehe.

Saat dia sakit, sebenarnya aku ingin menjenguk.
Tetapi Widhi bilang sudah susah masuk ke sana, kecuali untuk orang-orang tertentu. 

Ahhh apapun,
Jupe sudah beristirahat dengan tenang sekarang.
Doa selalu untuk Jupe. 

Seadanya seorang Jupe selalu dalam ingatanku.