Satu waktu, tiba-tiba ingin sekali pergi ke suatu tempat
yang berbeda.
Bukan mall, bukan tempat kerja, bukan bioskop
Hmmm
Kemana yaaa …
Apa yang paling kuinginkan saat itu?
Mengcapture kapal!
Hahahaha
Setelah beberapa waktu lalu berkutat di daerah yacht mahal,
mungkin bisa mendapat pemandangan yang lain.
Wokeh,
Ada kamera di mobil
Pasang Waze dan mengarah ke Sunda Kelapa.
Sudah pernah belum ya ke sana?
Lupa. Dulu naik jetfoil ke Pontianak dari sini atau dari
Tanjung Priok ya?
Anyway, Waze akhirnya menuntun untuk tiba di tujuan.
Parkir mobil dengan manis.
Membongkar ransel.
Nah ada lensa Cannon wide 16-35
Paslah.
Lalu kata seorang mas di sana : jalan kaki aja ke dalam.
(sesudahnya dia bilang asli dari NTB. Jadi panggilannya
bukan mas yaaa)
Baiklah.
Panas sebenarnya, jam 11.15.
Matahari bergerak ke atas.
Ngak bagus untuk moto.
Tapi udah kagok ya. Kita teruskan saja.
Sendirian? Ngak
problem … walaupun tampaknya yang beredar hanya para lelaki.
Emansipasi kan
…
Ini perahu atau kapal ya namanya
Hahaha.
Apa definisi pembedanya?
What so ever deh.
Coba jepret ...
Ehh tiba-tiba dari antara perahu besar muncul satu sosok bapak , terus
menghampiriku
“Yuk saya antar
keliling naik perahu”
Wahhhh … ke mana?
“ Dari dalam, lewatin
kapal2 ini”
Berapa
“50 ribu aja bu”
Panas2 gini?
“Ngak kerasa, banyak angin”
Hahahahaha.
Akhirnya ikutlah aku.
Dengan awalan perahu yang menyusup diantara dua perahu
besar, menuju sungai.
Seruuuuu.
Dan ini beberapa hasil capture-nya
Asyik sih …
Panas, tapi aku menikmati.
“Bu, mau ke kampung ngak?
Kampung apa?
“Yang digusur Ahok, pasar Ikan ”
Luar batang?
“Kampung Aquarium”
Ya hayukkk .
Sambil penasaran, seperti apa
Perahu hijau mengarah ke kampung itu
Merapat di dermaga kecil
Lalu melompat ke ujung depan perahu yang lebih besar
Hap … aku sudah lebih gesit dibanding pertama masuk ke
perahu.
Dan beradalah aku di daerah bongkaran
“Ibu foto2 aja di sana, saya tunggu di warung”
Boleh foto?
“Banyak yang foto2 kok”
Memang ada serombongan remaja yang sedang wefie dengan latar belakang
perahu.
“Mbak, boleh dong fotoin kita”
hahahahaha.
Selamat datang pada dunia lain.
Melalui bedeng-bedeng petak dari kayu dan terpal.
Terdengar suara-suara,
“Manaaa senyumnya”
“Nahhh senyum lagi”
"kissbay kissbay"
hmmm pasti ada balita.
Mau melongok, masih sungkan
yang terlihat hanya tv kecil
Di petak sebelahnya,
Lebih terbuka. 2 anak
dan ibunya sedang asyik makan
Wahhh makan apa ya
“Cumi bu”
Enak yaa. Hasil nangkep atau beli bu (memang kelihatannya enak)
“Ini ada yang minta saya masakin. Kalau beli mana ada uang
saya. Sini, ibu mau?”
(Baiknyaaaaa)
Ngak bu, terimakasih yaa.
Selamat makan.
Aku berlalu.
Mencari pak Bakar, si tukang perahu itu
Dia ada di petak lainnya
Asyik minum kopi dan merokok.
Sementara di dalamnya ada dua orang lain, perempuan dan
laki-laki
Permisi yaaa, mau lewat ke depan boleh?
“Boleh bu”
Lalu tampaklah pemandangan ini.
Tenda-tenda, untuk mereka yang tidak mau pindah ke rusun
Aku kembali ke petak warung
Dua orang itu sedang asyik makan
Ternyata yang perempuan – Zaskia (terdengarnya sih Zaskia) anak yang punya warung.
Keluarga besarnya dulu punya rumah di area yang digusur,
tinggal sejak tahun 1960-an
Sekarang mereka
mengontrak di area dekat situ.
Kenapa ngak pindah ke rusun?
“Ngak, sempit”
hmmm
Yang laki-laki awalnya bilang mereka bersaudara,
tapi
akhirnya mengaku juga kalau pacar Zaskia.
Masih skripsi di perguruan tinggi di
Tangerang jurusan Ekonomi.
Aku memanggil dia Cecep.
Karena dia ngak mau memberi tahu nama sebenarnya
Zaskia sendiri kerja menjadi administrator di perusahaan
kontraktor
Cecep itu si Ncep - Anjas Asmara
"Iya bu, Cintaku di Rumah Susun"
ehhh hapal yaa
"Banget!. Makanya ngak mau ke rusun. Ntar jadi Ncep"
Hahahaha.
Aku kenal Anjas. Kalau dia ke sini
ngajak pindah, mau pindah ngak?
(Apa hubungannya yaaa)
"Wahhh kenal yaa. Ke sini buu"
Buka warung gini, sapa yang beli?
Wahhhh si Cecep
ketawa
Yaaaa yang di sini-sini aja hahaha.
Perbincangan yang penuh candaan.
Tapi dari seorang Cecep keluar kata-kata
“Saya mau jadi pengusaha. Kata Bob Sadino juga, sekecil
apapun usahanya, kita yang jadi raja”
Wahhhh top.
Pengusaha juga pusing cep.
“Hidup itu memang harus pusinglah bu”
hahahahaha.
“Ibu dari media mana”
Nahhh apa. Banyak media yang ke sini
Ngak dari media mana-mana. Pengen aja ke sini.
Ketemu kamu
hahaha.
Hampir sejam bersama mereka.
Kopi di gelas pak Bakar juga sudah tinggal ampasnya
Aku berpamitan
“Bu, main ke sini lagi yaaa”
Iyaaaa.
Aku benar berjanji.
Kalau
ada waktu luang aku tidak keberatan untuk duduk-duduk manis di petak ini.
(Eh semoga sudah mendapatkan tempat yang lebih baik deng)
Sebelum pergi, foto dulu dengan Cecep
Saat akan melompat lagi ke dalam perahu hijau,
seorang anak kecil 4 tahunan menarik tanganku.
Yaaa…. Ternyata dia mengajak tos. Ahhhhh lucunya.
Universal
di manapun anak kecil akan selalu seperti ini
riang tanpa beban
Akhir perjalanan perahu ini
melalui lagi gang kapal
Hap, lompatan terakhirku ke daratan Sunda Kelapa.
Terimakasih ya pak Bakar
Aku memberikan uang lebihan - Rp200.000,-
Karena pak Bakar sudah menjadi teman yang baik hari ini
Bukan membeli pertemanan,
tetapi menghargai usahanya yang di usia 70 tahun masih rajin,
mendatangi calon pelanggan.
Perjalanan yang menarik.
Di daerah bermasalah
walaupun aku pro pada kebijakan Ahok
tetapi aku, Cecep, Zaskia dan pak Bakar
dapat bercakap dengan baik
dan mengawali sebuah pertemanan yang positif.
Penutup :
suami di rumah tanya - pakai rompi pengaman ngak?
(Ngak)
Kalau ada apa-apa gimana? Sapa yang tau kamu di situ.
(Iya lupa bilang kalau main ke sana hehehe)