Sabtu, 19 Maret 2016

Saya Katrok karena Ahok (Lembar Harapan pada Ahok)

Meeting minggu sore, no problem
Supir tidak masuk, no problem.
Justru akhirnya berkesempatan untuk duduk manis di halte bis jalan Sudirman.

Jalanan yang lenggang,  membuat mata dapat melepaskan  pandangan secara luas. Wahhh rasanya beda yaa.  Ini seperti duduk manis di jalanan negara mana gitu.  Lebay?  Ngak kok.  
Saya takjub!
Kursi  halte bersih.  Tidak membuat ragu untuk mendudukinya.


Trotoarpun sama keadaannya.  Bahkan ada tempat sampah 3 warna untuk jenis sampah yang berbeda.  Tanpa bau pesing yang biasanya ada di jalanan.  
Woahhhh saya kemana saja selama ini?
Saya bahkan menikmati bawaan jajanan sore di situ.  Piknik di halte!



Saya dan teman berfoto-foto untuk merekam moment ini  sambil terus bercanda: 
“Wahh kak,  ini seperti sedang di luar negeri yaa”



Saking katroknya  dengan kegembiraan halte bis bersih,
membuat kita jadi tontonan seorang bapak. Hahaha. 

Kemudian datanglah bis wisata dua tingkat. Saya selama ini tak terlalu memperhatikan. Tetapi karena berada pas di depan mata, saya bisa mengamati :
“ Wahh bisnya baru ya, kerennn”



Sudah berapa wahhh untuk  sore itu yaaa. 

Saya mengingat,  belasan tahun lalu ketika membantu  kampanye Gerakan Disiplin Nasional dengan  menggunakan perangkat Kader Penegak Disiplin. Salah satunya adalah mengajak masyarakat untuk meningkatkan kebersihan.  Suatu program kampanye yang baik dan santun,  namun tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Mungkin karena tidak terintegarasi seperti saat ini. 
Maksudnya terintegrasi adalah  memadukan kampanye dengan tindakan dari sisi lain yang aplikatif dan berkesinambungan. 

Ahok menurut saya berhasil menyatukan hal tersebut. Tanpa kampanye yang penuh slogan (bahkan dilakukan dengan mulut “jambannya” ) tetapi memulai dari hal dasar : memikirkan kebutuhan para pekerja kebersihan,  bertindak tegas pada kios-kios jalanan demi ketertiban dll.  Karena sudah bersih,  orang akan dengan sendirinya merasa segan untuk membuang sampah sembarangan.  Bahkan teman saya mengambil remahan kue yang terjatuh di trotoar untuk dibuang ke tempat sampah! 
“ Sayang kak, udah bersih”

Memang apa yang saya duduki sore itu hanya sebuah titik dari seantero Jakarta,  namun  saya sudah merasakan sebuah perubahan yang menghasilkan harapan. 

Sama halnya dengan kesabaran tentang kemacetan akibat banyak proyek jalan dan MRT.  Saya tidak lagi mengumpat, tetapi menyadari bahwa kemacetan ini adalah pengorbanan untuk sebuah harapan akan kemajuan Jakarta.

Apakah saya sekarang fans dari seorang Ahok? 
Bisa jadi. 
Walaupun beberapa usaha keluarga tersiksa karena peraturan-peraturan baru era Ahok,  namun saya percaya  Ahok melakukan untuk kebaikan banyak pihak. 

Jadi ketika saya mengisi dan mengirimkan formnya,  itu adalah  form harapan dan keyakinan pada seorang Ahok yang akan mampu membawa kebaikan bagi  kota yang saya cintai ini. 








6 komentar:

  1. Hi mbakkk, pa khabar, kangen hahahhaa

    BalasHapus
  2. haiii mas. jalan2 mlulu nih mas Agus.

    BalasHapus
  3. itu adalah fakta..
    yang ga bs liat bhw jakarta udh berubah krn Ahok berarti dia xixixiii..

    BalasHapus