Kamis, 16 Januari 2014

Selamat Ulang Tahun Ayesh.


Sejam menjelang 17 Jan 2014. 
Sejam menjelang 12 tahun usia Ayesh. 
Rasanya waktu berlari dengan sangat cepat.  12 tahun?  Merenung … sambil  memandangi seksama wajahnya yang lelap. Dia beranjak dewasa. 

Kata syukur untuk kebahagiaan memiliki Ayesh. 
Namun masih  diikuti dengan bisikan kata“maaf”  di telinganya 
Selalu saat ayesh nyenyak. 

Maaf  ya dek, karena mami pernah menangis saat mengetahui kehadiranmu di perut mami. Mami begitu trauma akan proses kelahiran pertama yang kurang lancar.  Itu yang membuat jarak usia Ayesh dan kakak cukup jauh.  Mami tidak siap melalui proses yang sama. 

Maaf  karena pernah hampir kehilangan Ayesh saat  kecelakaan.  

Ingatanku berlari ke saat2 awal kehadiran Ayesh di perut. 

Hasil USG memperlihatkan bahwa janin yang kukandung perempuan.  Jadi ini adalah  anak perempuan kedua.  Kehamilan yang tidak terlalu merepotkan,  aku bahkan mempunyai energi yang tinggi untuk bekerja. 
Saat kandungan berusia 4 bulanpun aku masih menyetir mobil panther sendirian pulang pergi Jakarta - Bandung.  Seringkali pada malam hari,  melalui jalur Puncak atau Cikampek. Dari Bandung jam  21.00, sampai Jakarta jam  24.00. Kalau ada keinginan untuk muntah karena mualnya kehamilan, aku akan berhenti sebentar di warung sate Shinta di Cipanas. Setelah reda,  langsung tancap gas lagi. 

Mengapa Jakarta-Bandung?  Karena aku bekerja di jaringan restoran yang berkantor pusat di Bandung dan  memiliki cabang di Jakarta. Keluargaku tinggal di Jakarta.  Sehingga perjalanan pulang pergi ini kerap aku lakukan. 

Aku mengingat juga, salah satu tanggung jawab pekerjaanku adalah mengurus signage restoran.  Diantaranya adalah pemasangan di atap gedung Sarinah, Thamrin.  Saat itu ada masalah terkait dengan lampu dan beberapa kendala lainnya.  Dalam kehamilan 5 bulan  aku masih naik tangga luar gedung yang curam untuk mencapai atap Sarinah.   Kebetulan saat di atas atap suamiku menelpon.  Dia sedang melalui jalan Thamrin.  Aku bilang aku di atap gedung Sarinah.  Dengan santai dia bertanya : “Keliahatan ngak kalau dadah dadah?”
Lalu aku dadah-dadah. 

Berselang 10 menit, temanku Kadir  menelepon : “Mbak sedang dimana?”  Aku menjawab sama :”Di atas atap Sarinah”.   Kali ini aku menerima respon yang berbeda : “ Ya ampun mbakkkk.  Ngak mikir perutnya? Turun sekarang!”  

Saat kandungan berusia 7 bulan, aku mengundurkan diri  dari perusahaan makanan itu.  Lalu membantu teman pada berbagai proyek.  Salah satunya adalah pembuatan film dokumenter   budidaya tanaman di Garut.  Aku lupa apa namanya. Tetapi tanaman itu bisa menghasilkan bahan minyak wangi dan dapat dibuat kertas.   Dengan perut gendut aku melakukan perjalanan Jakarta – Bandung – Garut untuk  survey awal.  Kadang dari Bandung ke Garut aku naik mobil angkutan umum dari terminal.  Dengan perut gendut, aku menikmati semuanya.  Lalu di Garut aku menginap di rumah ibu Haji yang berdampingan dengan pesantren.  Aku lupa siapa namanya. Ibu Haji ini adalah pemilik perkebunan tanaman yang akan kudokumentasikan.  Aku tidak masalah tidur di kasur yang tipis.  Yang agak menghambat adalah toilet jongkoknya.  Karena perutku besar sekali.

Sesudah survey awal diputuskan untuk membawa tim produksi meninjau lokasi langsung.  Tempatnya di puncak gunung. Tidak tinggi, namun  diperlukan mobil jeep yang mampu naik ke atas.  Aku berhasil mendapatkan Trooper pinjaman.  Dengan perutku ini,  aku ikut di mobil dan duduk di belakang.  Ternyata jalan ke atas cukup terjal.  Goncangan Trooper  cukup kuat untuk  seorang ibu hamil.  Tapi aku tidak mau merasakan.  Hingga tiba-tiba tali kopling Trooper itu putus pada saat menanjak.  Teman-teman kesulitan menarikku dari bagian belakang mobil.  Karena aku berat dan posisi mobil pada kemiringan yang cukup tajam. Susah sekali mau turun!   Dan sesudahnya aku harus jalan kaki  cukup jauh untuk bisa mencapai tempat landai.  

Berhasil mencapai tempat itu,   tim harus naik lagi ke atas.  Jadi aku ditinggal sendiri di tengah hutan kayu! Aku dan anakku di perut.  Hanya bisa merenung sambil memandangi rumah2 yang terlihat jauh di bawah.  Beberapa kali ada orang yang lewat sambil membawa sayuran.  Satu yang membuatku takjub adalah lewatnya seorang ibu hamil,  dengan perut sebesar perutku.  Memakai sepatu lars plastik kusam, dia menggendong karung berisi kubis!   Aku menyapa dan bertanya,  dia mengatakan dari rumahnya di bawah sana jam 4 subuh.  Sedangkan waktu itu sudah jam 10 pagi!  Dia masih harus membawa karung kubis ke desa lain disisi lain gunung.   Aku hanya bisa tercengang.   Ternyata masih ada perempuan lebih sakti dan dia melakukannya dengan riang gembira.   Wanita itu memberiku semangat.  Sehingga saat pak mantri hutan lewat dengan motor trail, aku minta diboncengkan ke bawah.  Kata-kata pak mantri itu selalu kuingat : “ Aduh eneng, ieu teh siga mawa endog”  hahahaha. 

Kapok? Tentu tidak. 
Seminggu kemudian produksi dilakukan. Aku bersama tim naik mobil kijang ke Bandung.  Berhenti sebentar di TVRI Bandung untuk mengangkat peralatan shooting.  Mobil cukup penuh.  Aku duduk di depan.  Yang membawa mobil teman kameramen senior dari RCTI.   Dari situ kita langsung ke Garut.  Aku ingat sekitar pukul 23.00.  Rasanya sudah mulai lelah.  Aku agak terlelap, ketika tiba-tiba merasakan ada guncangan keras,  lalu mobil terlempar ke jalur lain.  Aku melihat sebuah mobil dari jalur ini datang cepat menghantam mobil kijang.  Hampir mengenai posisiku, tetapi karena kijang masih tergelincir terus, maka  mobil itu menabrak bagian belakang kijang dan membuat kijang berputar lalu terdorong  keluar jalan.  Hampir menghujam sawah!  Tapi Tuhan masih mau memberiku hidup.  Mobil dapat berhenti.

Aku  terdorong ke bawah, karena semua peralatan shooting maju ke depan.  Antara sadar dan tidak tentang apa yang telah terjadi.  Temanku reflek memegang perutku.  Aku merasakan mulas, karena perutku mengalami dorongan luar biasa.  Laluada kotoran yang keluar.   Kemudian teriakan orang-orang   dan muka2 mereka pada kaca.  “Aya nu maot nteu”  

Aku mau keluar  dari mobil  ketika melihat wajah bapak tua.  Beliau ternyata seorang haji.  “Ini di Soreang neng”.  Lalu beliau membantuku pergi ke RS Boromeus  Bandung untuk memeriksakan kandunganku. 
Kecemasan luar biasa karena rasa takut kehilangan  si kecil. 
Ternyata si kecil sangat kuat.  Detaknya masih kencang.  Tuhan masih memberiku kesempatan untuk memiliki dia. 

Dan aku mensyukuri setiap detiknya. 
Semakin mensyukuri setiap harinya.  

Saat tulisan ini akan kuakhiri 
Sudah genaplah 12 tahun.  

Selamat ulang tahun ya  Ayesh. 
Bertumbuh dalam  rasa cinta dan kasih. 
Selalu dalam berkat dan lindungan Tuhan.  


*Tulisan ini juga untuk menyemangati para ibu hamil agar  tetap aktif dan pantang menyerah.  
Hamil bukan alasan untuk menjadi lemah atau membuat pengecualian.  Asalkan semuanya dilakukan dengan kehati-hatian.  











1 komentar:

  1. oh pernah punya proyek di Garut ternyata? Coba tahu dari dulu, kita bisa ketemuan. hehe ... kayaknya itu minyak akar wangi deh, Yie. Iya, selama hamil dulu, aktivitas saya juga tetep jalan. Malah dengan begitu proses melahirkan jadi semakin lancar.
    Selamat ulang tahun ya, buat Ayesh

    BalasHapus