Sejam menjelang 17 Jan 2014.
Sejam menjelang 12 tahun usia Ayesh.
Rasanya waktu berlari dengan sangat cepat. 12 tahun?
Merenung … sambil memandangi
seksama wajahnya yang lelap. Dia beranjak dewasa.
Kata syukur untuk kebahagiaan memiliki Ayesh.
Namun masih diikuti
dengan bisikan kata“maaf” di telinganya
Selalu saat ayesh nyenyak.
Maaf ya dek, karena
mami pernah menangis saat mengetahui kehadiranmu di perut mami. Mami begitu
trauma akan proses kelahiran pertama yang kurang lancar. Itu yang membuat jarak usia Ayesh dan kakak
cukup jauh. Mami tidak siap melalui
proses yang sama.
Maaf karena pernah
hampir kehilangan Ayesh saat
kecelakaan.
Ingatanku berlari ke saat2 awal kehadiran Ayesh di
perut.
Hasil USG memperlihatkan bahwa janin yang kukandung
perempuan. Jadi ini adalah anak perempuan kedua. Kehamilan yang tidak terlalu merepotkan, aku bahkan mempunyai energi yang tinggi untuk
bekerja.
Saat kandungan berusia 4 bulanpun aku masih menyetir mobil
panther sendirian pulang pergi Jakarta - Bandung. Seringkali pada malam hari, melalui jalur Puncak atau Cikampek. Dari
Bandung jam 21.00, sampai Jakarta
jam 24.00. Kalau ada keinginan untuk
muntah karena mualnya kehamilan, aku akan berhenti sebentar di warung sate Shinta
di Cipanas. Setelah reda, langsung
tancap gas lagi.
Mengapa Jakarta-Bandung?
Karena aku bekerja di jaringan restoran yang berkantor pusat di Bandung
dan memiliki cabang di Jakarta.
Keluargaku tinggal di Jakarta. Sehingga
perjalanan pulang pergi ini kerap aku lakukan.
Aku mengingat juga, salah satu tanggung jawab pekerjaanku
adalah mengurus signage restoran.
Diantaranya adalah pemasangan di atap gedung Sarinah, Thamrin. Saat itu ada masalah terkait dengan lampu dan
beberapa kendala lainnya. Dalam
kehamilan 5 bulan aku masih naik tangga
luar gedung yang curam untuk mencapai atap Sarinah. Kebetulan saat di atas atap suamiku
menelpon. Dia sedang melalui jalan
Thamrin. Aku bilang aku di atap gedung
Sarinah. Dengan santai dia bertanya :
“Keliahatan ngak kalau dadah dadah?”
Lalu aku dadah-dadah.
Berselang 10 menit, temanku Kadir menelepon : “Mbak sedang dimana?” Aku menjawab sama :”Di atas atap
Sarinah”. Kali ini aku menerima respon
yang berbeda : “ Ya ampun mbakkkk. Ngak
mikir perutnya? Turun sekarang!”
Saat kandungan berusia 7 bulan, aku mengundurkan diri dari perusahaan makanan itu. Lalu membantu teman pada berbagai
proyek. Salah satunya adalah pembuatan film
dokumenter budidaya tanaman di
Garut. Aku lupa apa namanya. Tetapi
tanaman itu bisa menghasilkan bahan minyak wangi dan dapat dibuat kertas. Dengan perut gendut aku melakukan perjalanan
Jakarta – Bandung – Garut untuk survey
awal. Kadang dari Bandung ke Garut aku
naik mobil angkutan umum dari terminal. Dengan
perut gendut, aku menikmati semuanya.
Lalu di Garut aku menginap di rumah ibu Haji yang berdampingan dengan
pesantren. Aku lupa siapa namanya. Ibu
Haji ini adalah pemilik perkebunan tanaman yang akan kudokumentasikan. Aku tidak masalah tidur di kasur yang
tipis. Yang agak menghambat adalah
toilet jongkoknya. Karena perutku besar sekali.
Sesudah survey awal diputuskan untuk membawa tim produksi
meninjau lokasi langsung. Tempatnya di
puncak gunung. Tidak tinggi, namun
diperlukan mobil jeep yang mampu naik ke atas. Aku berhasil mendapatkan Trooper
pinjaman. Dengan perutku ini, aku ikut di mobil dan duduk di belakang. Ternyata jalan ke atas cukup terjal. Goncangan Trooper cukup kuat untuk seorang ibu hamil. Tapi aku tidak mau merasakan. Hingga tiba-tiba tali kopling Trooper itu
putus pada saat menanjak. Teman-teman
kesulitan menarikku dari bagian belakang mobil. Karena aku berat dan posisi mobil pada
kemiringan yang cukup tajam. Susah sekali mau turun! Dan sesudahnya aku harus jalan kaki cukup jauh untuk bisa mencapai tempat
landai.
Berhasil mencapai tempat itu, tim
harus naik lagi ke atas. Jadi aku
ditinggal sendiri di tengah hutan kayu! Aku dan anakku di perut. Hanya bisa merenung sambil memandangi rumah2
yang terlihat jauh di bawah. Beberapa
kali ada orang yang lewat sambil membawa sayuran. Satu yang membuatku takjub adalah lewatnya seorang
ibu hamil, dengan perut sebesar
perutku. Memakai sepatu lars plastik
kusam, dia menggendong karung berisi kubis!
Aku menyapa dan bertanya, dia
mengatakan dari rumahnya di bawah sana jam 4 subuh. Sedangkan waktu itu sudah jam 10 pagi! Dia masih harus membawa karung kubis ke desa
lain disisi lain gunung. Aku hanya bisa
tercengang. Ternyata masih ada perempuan
lebih sakti dan dia melakukannya dengan riang gembira. Wanita itu memberiku semangat. Sehingga saat pak mantri hutan lewat dengan
motor trail, aku minta diboncengkan ke bawah.
Kata-kata pak mantri itu selalu kuingat : “ Aduh eneng, ieu teh siga
mawa endog” hahahaha.
Kapok? Tentu tidak.
Seminggu kemudian produksi dilakukan. Aku bersama tim naik
mobil kijang ke Bandung. Berhenti
sebentar di TVRI Bandung untuk mengangkat peralatan shooting. Mobil cukup penuh. Aku duduk di depan. Yang membawa mobil teman kameramen senior
dari RCTI. Dari situ kita langsung ke
Garut. Aku ingat sekitar pukul 23.00. Rasanya sudah mulai lelah. Aku agak terlelap, ketika tiba-tiba merasakan ada guncangan keras, lalu
mobil terlempar ke jalur lain. Aku melihat sebuah mobil dari jalur ini datang cepat menghantam mobil kijang. Hampir mengenai posisiku, tetapi karena
kijang masih tergelincir terus, maka mobil
itu menabrak bagian belakang kijang dan membuat kijang berputar lalu
terdorong keluar jalan. Hampir menghujam sawah! Tapi Tuhan masih mau memberiku hidup. Mobil dapat berhenti.
Aku terdorong ke
bawah, karena semua peralatan shooting maju ke depan. Antara sadar dan tidak tentang apa yang telah
terjadi. Temanku reflek memegang
perutku. Aku merasakan mulas, karena
perutku mengalami dorongan luar biasa.
Laluada kotoran yang keluar.
Kemudian teriakan orang-orang
dan muka2 mereka pada kaca. “Aya
nu maot nteu”
Aku mau keluar dari
mobil ketika melihat wajah bapak
tua. Beliau ternyata seorang haji. “Ini di Soreang neng”. Lalu beliau membantuku pergi ke RS
Boromeus Bandung untuk memeriksakan
kandunganku.
Kecemasan luar biasa karena rasa takut kehilangan si kecil.
Ternyata si kecil sangat kuat. Detaknya masih kencang. Tuhan masih memberiku kesempatan untuk
memiliki dia.
Dan aku mensyukuri setiap detiknya.
Semakin mensyukuri setiap harinya.
Saat tulisan ini akan kuakhiri
Sudah genaplah 12 tahun.
Selamat ulang tahun ya Ayesh.
Bertumbuh dalam rasa cinta dan kasih.
Selalu dalam berkat dan lindungan Tuhan.
*Tulisan ini juga untuk menyemangati para ibu hamil agar tetap aktif dan pantang menyerah.
Hamil bukan alasan untuk menjadi lemah atau membuat pengecualian. Asalkan semuanya dilakukan dengan kehati-hatian.
Hamil bukan alasan untuk menjadi lemah atau membuat pengecualian. Asalkan semuanya dilakukan dengan kehati-hatian.
oh pernah punya proyek di Garut ternyata? Coba tahu dari dulu, kita bisa ketemuan. hehe ... kayaknya itu minyak akar wangi deh, Yie. Iya, selama hamil dulu, aktivitas saya juga tetep jalan. Malah dengan begitu proses melahirkan jadi semakin lancar.
BalasHapusSelamat ulang tahun ya, buat Ayesh