Sabtu, 30 November 2013

Kado untuk Bapak


Tahun ini bapak mencapai usia 75 tahun.
Masih sehat, dinamis, dan selalu penuh perhatian. 
Biasanya setiap hari Minggu bapak datang ke rumah untuk mengunjungi ke dua cucunya, dengan menyetir mobil sendiri.  
Kerap kali aku larang mengemudikan mobil, tetapi jawabnya selalu sama : "Ngak papa, ini Minggu. Jalan ngak terlalu ramai"  Ya memang sih,  pada hari-hari lainnya bapak selalu didampingi Ndari - supirnya. Jadi aku juga menanggapi dengan perkataan yang sama : "Ya hati-hati pak" 

Pencapaian usia 75 tahun bukanlah hal yang biasa. 
Beberapa kali terbersit dibenak untuk memberikan kado  istimewa. Tidak perlu berlebihan, tetapi berkesan. Apa ya ... 
Mungkin perayaan ulang tahun yang berbeda dari yang sudah-sudah.  Tahun-tahun sebelumnya kita membuatkan acara ucapan syukur dengan mengundang teman-teman bapak di rumah Lenteng Agung.  Kali ini aku terpikir memindahkan acara ke Graha Berkat. Sebuah gedung pertemuan di Gandaria City, yang kami kelola.

Lalu acaranya apa? Memutarkan film tentang kisah bapak …  lucu juga ya sepertinya.  Tapi apa aku sempat membuatnya? Waktuku sedang tersita untuk  post pro film 2014, Balinale dan masalah film Soekarno.  Aku sempat sharing ide dengan teman kreatifku mas Genthong.   Mengenal mas Genthong saat memproduksi film biografi pendek seseorang. Saat itu mas Genthong menjadi astrada mas Hanung Bramantyo dan aku sebagai produsernya.  Ideku disambut baik.  Pembuatan film berdasarkan budget yang tersedia. Terus terang tidak banyak,  tetapi mas Genthong meyakinkan aku bahwa film harus diproduksi.  Karena momen ini tidak akan terulang lagi.  Teman-teman di Yogya akan membantu. 

Dari diskusi melalui WA ini aku  berbagi cerita dengan anak-anakku.  Yang merespon positif si bungsu,  Ayesh.  Dia mulai menuangkan ide pada sebuah rundown.  Nantinya para pemain dalam acara adalah keluarga dan kerabat. 

Ayesh akan memainkan drum dengan didampingi oleh Jason- teman gerejanya.  Lalu acara ini harus merupakan kejutan bagi bapak.  Bapak jangan sampai tahu kalau kita akan membuat perayaan.

Sampai disitu. 
Kemudian aku tidak terlalu berkonsentrasi pada acara ini lagi. Karena harus bolak balik ke Bangkok mensupervisi post pro dan beberapa revisian film.   Tiba-tiba juga harus mempersiapkan film untuk Festival Film Balinale di Kuta.  Permasalahan tuntutan hukum pada film Soekarno juga membuatku harus bolak balik ke kantor Multivision di Jalan Kuningan, dengan trafik jalan yang padat.

Di sela keberadaanku di Jakarta, aku mengunjungi bapak di Lenteng Agung beberapa kali. Bapak sebenarnya cukup heran, karena aku jarang ke sana. Lalu mulai bertanya-tanya tentang cerita kehidupan cintanya dengan ibu.  Bapak mengeluarkan satu tas tentengan, tas dia saat taruna dulu. Isinya surat-surat cinta mereka.  Anakku Sara mencoba membaca dan tidak memahami. Karena tertuliskan dalam bahasa Jawa. Aku scan beberapa dan  meng-emailkan ke teman-teman di Sanggit.  Sanggit adalah nama production house, yang membuat film bapak. Dibawah koodinator mas Genthong, mereka  cukup sabar dengan kesibukanku.  Terutama Mbak Rita selaku koordinator wadrobe. Karena selalu menanyakan detail pakaian Taruna tahun 1961 yang aku sendiri tidak paham,  maka aku minta dia menelepon langsung bapak.  Percakapan mereka cukup lucu,  karena mbak Rita harus berbohong untuk mendapatkan data2 itu.  Dibelakang hari, bapak mengatakan  bahwa kalau bukan karena temanku, dia sudah malas menjawab hahaha. Karena bawel  dan detail banget!

Untuk memberi gimmick kejutan,  aku menyertakan Sara pada film itu.  Peran tambahan saja. Karena dia belum berpengalaman berakting.  Dan Sara mau.  Kita ke Yogya bersama dengan Ratih –pemeran ibu dan Widhi –teman di Dapur Film.   Foto-foto shootingnya aku upload di Facebook. Melihat foto-foto itu,  tiba-tiba Ucie -adikku yang di Denver,  memberikan ide.  Dia dan suaminya akan datang pada perayaan ini.  Rencana semula dia pulang ke Jakarta saat Natal, tetapi sekarang dimajukan.   Wahhh akan jadi kejutan yang luar biasa untuk bapak.  Kedatangan ini adalah rahasiaku dan Ucie. Aku bahkan tidak membagikannya kepada kakakku,  mbak Ita.  Oleh karenanya menjadi suatu kelucuan, pada saat mbak Ita datang. Biasanya dia tidur di kamar tamu bawah.  Namun kali ini kamar itu aku siapkan untuk Ucie dan suaminya, Eric.  Mbak Ita datang 1 hari lebih awal dari Ucie.  Dia memaksa tidur di bawah.  Suamiku bilang sedang diperbaiki.  Lalu untuk amannya,  kamar itu dia kunci.  Mbak Ita terpaksa tidur di kamar Ayesh. 


3 minggu menjelang acara, aku menyadari  adalah tidak mungkin untuk tidak memberitahu bapak tentang perayaan ulang tahun ini.  Aku kan harus mengundang teman-temannya,  dan aku tidak mengetahui alamatnya sama sekali.  Oke, kita beritahu, tapi simpan detail acaranya.  Saat aku mengatakan,  bapak begitu suka. Beliau menjadi antusias.  Tetapi yang menjadi masalah adalah bapak menginginkan acaranya dilakukan siang hari.  Alasannya karena teman2nya sudah sepuh dan susah untuk datang malam. Wadohhh. Pesawat Ucie sudah diisued dengan jam kedatangan sore hari. Kami sempat beradu pendapat, dengan tetap menjaga kerahasiaan kedatangan Ucie.  Kepusingan ini berakhir, saat Ucie berhasil mengubah jadwal penerbangan menjadi 1 hari lebih awal.  Dengan resiko dia menginap di hotel 1 malam, agar tidak bertemu siapa-siapa dan rahasia tetap terjaga.


Acaranya sederhana. Seperti terekam dalam visual di link ini.
Tetapi memberi kesan mendalam untuk Bapak.  

Terimakasih kepada semua teman, sahabat  dan staf Resanel yang telah membantu terselenggaranya acara ini.  Hanya dengan koordinasi singkat dan jarak jauh,  acaranya dapat berjalan lancar.

Semoga bapak selalu sehat.  Tentu dalam berkat Tuhan.
Amin. 



2 komentar:

  1. terharuuu ..
    hiks, jadi ikut nangis, Yie.
    Bapak pasti bangga punya putera puteri yang penuh perhatian seperti kalian

    BalasHapus