Senin, 20 Januari 2014

BEKERJA pada ERICK THOHIR



Apa  respon orang jika  nama ini disebutkan :  Erick Thohir ?
Sebagian besar akan secara spontan  berkata :  Gila tuh orang.
Gila karena sakit  jiwa? Tentunya bukan!
Gila karena lompatan energinya berhasil menempatkan seorang Erick Thohir menjadi salah satu pemilik klub bola papan atas Italia – Inter Milan.  Bahkan terpilih menjadi Presiden klub tersebut.

Seorang teman berkali kali mengatakan kepadaku : “Gila kak,  ini kan Inter Milan.  Dan dia orang Indonesia.  Masih sesuatu yang fantastis di otak gue.  Kerja dengan dia bagaimana sih?”

Bagaimana? Selalu baik. 
Aku akan sangat lancar menceritakannya. 

Mengenal Erick Thohir pertama kali di 6,5 tahun lalu.  Saat itu peralihan kepemilikan PT Lativi Mediakarya dari Abdul Latief ke Bakrie Grup.  Beliau menjadi Presiden Direkturnya.  Sebelumnya aku mengetahui namanya hanya  sekelibatan sebagai pemilik JakTV.  Lalu pada pertemuan pertama   aku  mendapati seorang  muda yang energik dan ramah, mendatangi dan menyalami semua karyawan.  Kami memanggilnya dengan nama : pak Erick. 

Sebagai seorang karyawan, aku hanya berpikir bagaimana mampu mempertahankan seluruh tim pada masa transisi kepemilikan ini.
Saat itu aku memegang promo On-air dan Off-air.  Seringkali juga terlibat dalam diskusi2 program acara dan kebutuhan marketing.   Apakah akan ada tim baru sebagai pengganti?  Atau akankah ada seleksi?
Aku selalu menekankan hal ini pada seluruh anggota : bekerja konsisten  dengan kualitas yang baik.

Secara rutin  Pak Erick datang pagi.  Berkeliling kantor,  menyapa setiap orang. Yang kuingat hingga saat ini adalah kaos polo hitam,  jeans, dan sepatu hitamnya.   Menyebarkan keramahan dan semangat.  Mungkin juga untuk mengkikis banyak rasa saling curiga di masa itu. 
Pernah satu pagi aku sedang duduk santai di meja,  memberikan briefing kepada beberapa staf,  beliau lewat.  Tentunya aku segera turun dari meja, karena memang tidak layak.  Tapi pak Erick mengatakan : “Ngak papa,  terusin aja. Santai aja.  Saya ikutan ya ”.   Judul  saat itu menjadi  “briefing bersama boss dgn duduk di atas meja dan kaki di kursi”

Tugas harian tetap berjalan. Pak Erick memintaku mempresentasikan apa saja yang sudah dilakukan oleh tim promo,  cakupan pekerjaan dan struktur organisasinya.  Aku rasa semua departemen melakukan hal yang sama.  Lalu sebagai umpan balik beliau meminta aku mengembangkan konsep program anak melalui on-air dan off-air promo.   Aku  mempersiapkan sebaik-baiknya, termasuk perhitungan penempatan materi promo pada slot  on-air.  Kebetulan aku memang senang membuat materi presentasi dan analisis2.   Belakangan hari aku memperkirakan bahwa ini adalah cara beliau untuk mengetahui kapabilitas dan kemampuan masing2 stafnya.   Mungkin nilaiku cukup baik, karena saat terjadi restrukturisasi,  aku mendapat tugas  tambahan untuk mengurus post pro/ graphic.   Saat  tugas ini diberikan ada kekisruhan karena sebagian besar anak-anak post pro itu menolak berada dibawah kepemimpinanku.  Aku sendiri tidak terlalu perduli.  Mungkin mereka tahu kalau aku sangat nyinyir dan  demanding. Hanya aku bingung,  bisa ya perintah atasan dibatalkan.  Pada akhirnya aku menolak  karena aku  lebih berkonsentrasi pada hal yang sudah ada didepanku.  Impresiku untuk hal ini :  pak Erick sudah mulai mempercayaiku.

Tantangan lain kembali dilemparkan oleh beliau : memimpin tim launching tvOne.  Aku?  Aku berhitung kembali dengan cermat.  Pekerjaan bukan masalah. Yang terlihat akan  menjadi hambatan adalah  menyatukan orang-orang besar pertelevisian.  Ada Karni Ilyas,  Nurjaman,  Toto,  Alex Kumara,  Otis Hahijari.   Aku menegosiasikan posisi ini dan memilih untuk menjadi wakil pimpinan saja.  Tetapi aku bersedia memimpin  koordinasi lapangannya.   Komite mau menerima alasanku dan menempatkan Pak  Teuku Chairul  yang lebih senior untuk mengambil tanggung jawab proyek ini.  Aku bisa bekerjasama baik dengan pak Teuku. 

Yang menarik adalah saat pak Erick memanggilku  dan menanyakan perihal gaji.  Aku bisa menangis.  Karena selama ini aku bekerja mati-matian,  tidak ada yang pernah menanyakan masalah sensitif ini.   Biasanya adalah pernyataan : kalau gaji kamu kecil, ya salah sendiri.  Kenapa negosiasi awalnya segitu.  Jadi tunggu saja kenaikan tahunan.  Bahkan dengan beberapa stafku, angkaku ada dibawah  mereka.  Lalu pak Erick  mengatakan : “Kerjakan launching ini dengan baik.  Saya akan berjuang untuk kamu”
Apa yang bisa aku katakana tentang hal ini?  Aku tercengang.  Tentu saja tanpa diminta aku akan sekuat tenaga  berjuang agar launching ini berhasil.  Tidak hanya saat event peluncuran, tetapi juga pencapaian persepsi target penonton.   Lalu,  bapak satu ini mengatakan akan memperjuangkanku! 

Dan janjinya itu beliau tepati.  Saat semuanya berjalan baik,  angkaku naik hampir 100%! .  Ada satu direksi yang berkomentar : “Kamu naiknya paling tinggi tahuuu” .  Lalu pak Erick menjawab santai : “Nah, kamu yang keterlaluan menggaji dia kecil banget”.  Hahahaa,  mengabdi 6 tahun dengan bekerja hampir 24 jam sehari,  dan baru saat itu mengetahui bahwa gaji dan kemampuanku sangat tidak sepadan.    

Dalam proses event tsb, ada satu hal lagi yang aku pelajari : kerendahan hati.  Saat tvOne membutuhkan Melly Goeslow  untuk menciptakan lagu korporat, aku berhasil menghubungi manajernya pada jam 10 malam.  Jawabannya cukup menyebalkan : “Punya dana segini ngak.  Kalau ngak ada, lupain aja”. Rasanya mau aku gebok.  Ya pasti adalah.  Aku meluapkan kekesalan ini dengan mengirim sms ke pak Erick.  Jam 12 malam beliau menelepon : “Sabar …  kita merendah saja.  Memang ini adalah keahlian mereka.  Kita yang butuh”.    Dengan kerendahan hati, akhirnya bisa terlaksana juga penciptaan lagunya.  Aku menuliskan liriknya,  Melly merevisi sesuai dengan melodi.   Akupun berbaikan dengan sang manajer yang jutek itu. 

Setahun setelah peluncuran aku mengajukan pengunduran diri.  Kebetulan bisnis keluargaku mulai berkembang.  Pengunduran diri ini  tidak serta merta disetujui.   Baru sesudah  4 bulan, surat  resignku   di acc.   Itupun karena pak Erick  yang mengingatkan : “Kasianlah, tandatangani tuh”.

Tiga bulan merasakan kebebasan,  tiba-tiba ada sms masuk :  “Bisa  bicara?”  dari Erick Thohir.   Tentu saja bisa pak.  Beliau menawarkan untuk mencoba bergabung di Mahaka Group.  Kebetulan ada proyek yang cocok dengan kemampuanku.  Aku bersedia untuk mencoba. 
Babak baru dimulai.  Kali ini bekerja  pada group milik  Erick Thohir. 

Mengerjakan proyek yang masih belum jelas.  Aku merasa sebenarnya pak Erick ingin memberiku kesempatan untuk berkreasi.
Lalu pada suatu pagi  beliau menelpon  : “Mau bantu membuat tivi lagi?”
Meluncurlah pada timeline yang tepat  aliftv – saluran muslim pada telkomvision.  Pada saat  menyiapkan launchingnya , ada diskusi tentang bentuk acara.  Kalau nyanyian dan tarian sudah umum.  Bagaimana jika film pendek ?   Pak Erick selalu melemparkan tantangan baru  untukku.  Aku rasa beliau sudah memahami, bahwa aku adalah orang proyek yang selalu mau mencoba hal baru.  Aku mencari tahu siapa sutradara terbaik untuk film Islami.  Satu nama yang keluar Hanung Bramantyo.  Lalu mengejar sutradara ini dan berhasil menemuinya di Transtv.  Orangnya ternyata sama juteknya dengan manajer Melly. Hahahaha.  Tapi aku sudah belajar sabar.   Pertanyaannya juga sama : “Punya segini ngak budgetnya? Kalau ngak, ngak bisa”
Aku juga ngotot : “Aku ngak punya segitu,  tapi aku mau mas Hanung yang bikin”.  Mas Hanung melunak melihat kegigihanku.  Dan berhasil!   Film pendek berjudul “Apa itu Islam” diapresiasi banyak orang.  

Dari keberhasilan ini,  bergulirlah ide gila lainnya : ayo membuat film layar lebar.  “Kamu pilih dimana? TV atau film?” .  Jarang-jarang ada pilihan pekerjaan yang dilemparkan oleh owner.  Dengan segala pertimbangan dan keterbatasaku jika  berada di saluran muslim,  aku memilih untuk membantu pak Erick di film. 
Aku belum mengatakan kepada pak Erick bahwa film adalah impian lamaku. Dan tiba-tiba beliau membukakan pintu itu padaku.  Aku juga belum menyampaikan rasa terimakasih untuk hal ini.  Mungkin tidak perlu disampaikan,  yang terpenting melakukan semuanya dengan baik dan profesional.

Babak baru lagi : Mahaka Pictures!   Banyak pelajaran baru : film bukan hanya perihal filmnya sendiri.  Banyak hal lain.   Diperlukan kreatifitas, kesabaran, keuletan, strategi. Terlebih jika sang film menghadapi gempuran komentar ataupun tuntutan hukum.   Aku rasa aku berada di tim yang sangat baik.  Pekerjaan ini lebih banyak berupa virtual team. Pada intinya adalah aku seorang diri, lalu seluruh group memberikan dukungan.  Siapa yang harus masuk, siapa yang harus menegokan dll.  Pak Erick juga turun tangan langsung untuk hal-hal yang sangat penting.  Aku menjadi lebih matang menghadapi banyak hal.  Bertempur bersama para lawyer,  teman publikasi dll.  Seperti saat film Tanda Tanya dan Soekarno.  Dua film yang tidak biasa. Lalu ada film lain yang sedang kuperjuangkan untuk dapat ditayangkan pada awal tahun ini.  Sungguh membutuhkan kemampuan negosiasi tingkat tinggi terkait kontennya.  Pak Erick berulang kali mengingatkanku  : “Sabar … “   

Sangat lancar kan menceritakannya. 
Apakah ada perubahan dengan keterlibatan pak Erick di Inter Milan?
Ada. 
Yang terasa jelas adalah waktu beliau sudah terpecah antara Indonesia dan Luar negeri.   Walaupun intensitas komunikasi masih terjaga melalui email dan sms,  namun tidak mudah lagi menemui beliau .

Yang tidak hilang  walaupun dia adalah seorang  Presiden Inter Milan adalah sms sopannya : “Free?” atau “Bisa bicara?” J

Disela jadwalnya yang padat,  pada pertemuan lalu beliau memberi wejangan :  yang terpenting adalah integritas seseorang.  Kejujuran dan loyalitas. 

Aku sudah merasakan sepanjang  6,5 tahun ini.  Seorang Erick Thohir akan memperjuangkanmu jika kamu  memiliki integritas yang tinggi.  Tentunya  juga dengan perbaikan diri berdasarkan  masukan  beliau atas kekurangan kita. 



5 komentar:

  1. Waktu itu saya sudah keluar dari Lativi dan tidak begitu mengenal Ayi walaupun saya bekerja cukup lama di Lativi. Setelah resigned saya bekerja sebagai distributor TV program dan menjual satu program, dan Lativi memerlukan footages promo nya karena akan segera ditayangkan. Untuk ini saya ditelephone oleh seseorang dari Lativi menanyakan materi promonya, dan saya bilang ada dirumah. Ternyata hanya beberapa jam kemudian... Ayi datang muncul di depan pagar rumah saya untuk mengambil materi kasetnya..Dari sini saya sangat terkesan dengan keseriusan Ayi bekerja, dan belum lupa sampai sekarang..dan tidak akan pernah lupa..Padahal sebelumnya Ayi belum pernah datang kerumah saya dan tidak tahu dimana saya tinggal. Sukses terus Yi!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mas Sophi makasihhh. hehehe apa kabar Tebet? Serasa baru kemarin mencari rumah mas Sophi. Ya harus secepat flash karena boss OH juga maunya ada magic. Setiap hari adalah pekerjaan magic hahaha. bersyukur pernah bekerja dengan orang2 besar, orang2 bagus. Bisa banyak belajar, walaupun saat menjalaninya sambil ngomel-ngomel. Sukses yaaa untuk mas Sophi. Kapan2 ngumpul ya ... ama Liliang juga.

      Hapus
  2. Jadi inget sehabis kelar acara "Get Ready To Be Number 1", acara Ultah ke-5 Lativi yang menjadi transisi dari TV berlogo rajawali emas ke tvOne. Semua panitia dikumpulkan di ruang kerja Pak ET. Setelah mengucapkan terimakasih dan apresiasi atas kerja keras seluruh tim, Pak ET kemudian memberikan instruksi kepada Pak Teuku; "Pastikan teman-teman ini mendapat prosentasi kenaikan lebih di tahun ini. Ditambahkan dengan kenaikan reguler yang diberikan perusahaan".

    Begitu tak berjarak, antara karyawan dan pucuk pimpinan...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jeppe favoritku hahahaha. karena fav maka dipanggil kerja terus. Iya pak ET selalu bilang terimakasih untuk semua usaha kita.

      Hapus
  3. Memang bapak yang satu ini sangat "membumi" dengan anak buahnya. Bahasa sulitnya beliau "egaliter" ketika menempatkan diri berkomunikasi dengan anak buahnya. Aku punya pengalaman pribadi yang mungkin tidak pernah terjadi lagi karena amat sangat langka karakter "bos" ini.
    Kejadiannya ketika saya harus interview dengan pak ET (kadang kami menyebut nama pak Erick). Setelah melalui proses standard sebuah rekruitmen sebagai "Staff Brand Development" Divisi Promosi tvOne. Proses terakhir aku harus menghadap beliau untuk interview di Gedung ABDA (salah satu kantor beliau).
    Dengan membawa sedikit rasa penasaran dalam hati bertanya-tanya "kenapa level staff aja musti interview dengan Presiden Direktur ya?". Apa ga berlebihan ? kenapa ga cukup level GM aja. Tapi ya itulah yang terjadi. Singkat cerita aku akhirnya interview dengan beliau dalam suasana yang sangat santai. Mungkin bisa dibayangkan suasana saat itu lebih mirip ngobrol antar teman yang seperti sudah kenal lama. Kira -kira 1/2 jam kami ngobrol akhirnya beliau menyudahi pertemuan itu dengan kalimat diplomatis silahkan nanti ditunggu kabar kelanjutannya dari HRD. Yang ingin aku share disini yang bikin aku terheran-heran adalah setelah interview pak Erick mengantarku keluar ruangannya sambil terus ngobrol sampai di depan lift yang ga pernah aku duga dengan memencetkan tombol lift. Jujur saat itu aku sedikit merasa ga enak diperlakukan seperti itu. Seumur umur pengalaman ngelamar di tempat kerja baru kali ini "big bos" memperlakukan level staff seperti "kolega yang sepadan"nya. Itulah salah pengalaman yg membekas dengan pak ET. Selebihnya kerendah hatiannya terus aku rasakan dan lihat saat aku masuk di tim promo tvOne. Beruntungnya Ayie punya bos pak ET.

    BalasHapus