1. Belajar baris berbaris di Lanud
Halim bersama Susi Susanti
Sebagai perwakilan paling senior dari Inasgoc
dengan jabatan Vice Director Ceremonies (atau juga sering diganti menjadi Vice Director
Torch Relay), saat berangkat ke India dengan menggunakan pesawat Boieng TNI –
AU menempatkan saya sebagai ketua rombongan yang bertanggung jawab atas api
obor, keselamatan delegasi dan kelancaran acara. Oleh karenanya dalam upacara pemberangkatan
saya harus menerima tinder-box kosong sebagai simbol mandat tugas negara. Penerimaan dan pemberangkatan dilakukan dengan
tata cara militer. Oleh karenanya saya
dan Susi Susanti (Torch Ambassador) harus belajar sebentar baris berbaris untuk
menyelaraskan langkah. Menarik sekali
karena dilakukan di jam 5 pagi saat saya seharusnya berkutat dengan persiapan
keberangkatan rombongan. Selain itu saya sudah lamaaaaaa sekali tidak baris
berbaris. Susipun. Tapi okelah yaa hasilnya.
Tu wa tu wa, belok kanan grak. Luruskan …. hahaha.
2. Mengurus penari kecak tak bervisa saat masuk ke India
Ketika penari ini stress menunggu Visa :) |
Saya tidak tahu bagaimana asal
muasalnya ternyata setiba di bandara New Delhi, salah satu anggota delegasi –
penari kecak tidak memiliki visa yang valid.
Huaaa.
Night-mare pertama terjadi. Sehingga saya yang seyogyanya bisa segera
datang ke resepsi penyambutan oleh Indian Olympic Association (IOA), harus
tertahan di bandara untuk menemani si penari kecak sambil menunggu pengurusan
visanya. Untunglah ada teman-teman dari
TNI-AU dapat membantu delegasi lainnya keluar dari Bandara.
Kemudian dengan bantuan
KBRI dan tim IOA, bisa teratatasi. Namun
demikian saya harus bergegas ke tempat acara, karena ternyata pesawat Ketua
Inasgoc terlambat datang. Saya yang
sudah lusuh, mencoba mewakili beliau.
Selamat datang pada kejutan2 di negara lain. Hahahaha.
Untungnya saya memiliki tingkat
penanganan stress yang baik dan dibantu oleh kemampuan rekan kerja yang ada. Sehingga kejutan-kejutan lainnya dapat tertangani.
Termasuk pada saat kepulangan harus mengurus para penari kecak dan memastikan bahwa
mini cauldron yang besar itu terbawa ke
pesawat. Karena eo-nya ternyata sudah pulang duluan ke Indonesia hehehe.
Berubah mukaaa krn sudah berhasil stay |
3. Tergeser
Entah mengapa pada saat kepulangan
dari India ke Yogyakarta, di dalam pesawat saya diajak bercakap, bahwa saya kurang
koordinasi untuk perubahan run-down sehingga menyebabkan keterlambatan. Hmmm. Saya
menjawab bahwa ternyata banyak hal yang harus diselesaikan di KBRI termasuk
mencari cara memasukan mini cauldron ke dalam mobil. Itu harus dengan
membongkar tempat duduk mobil kijang dahulu. Baru bisa diangkut. Rasanya juga masih dalam tengat waktu yang
disepakati. Entahlah. Pihak TNI -AU komplain
karena merasa saya terlambat datang dari KBRI untuk menuju ke Bandara.
Membungkus Mini Cauldron |
Kemudian obrolan menjadi begini : “Mbak
kan sudah diberi kesempatan saat keberangkatan di Halim”. Hmmmm maksudnya? Ya itu
kan memang demikian karena saya ketua rombongan. Dan memang ini event Inasgoc. Sesuai dengan prosedur kan.
Saya tidak terlalu memahami arah
percakapannya. Karena saya juga merasa lelah. Ternyata terjawab dengan adanya pengumuman saat akan mendarat di Yogya
: “Nanti yang turun hanya 2 orang, Susi Susanti dan Ketua Rombongan”.
Nah .. saya mengerti. Ya silahkan saja …. Ketika ternyata jabatan Ketua Rombongan beralih kepada orang
lain. Hehehe. Monggo … Saya santai memandang dari jendela pesawat
segala ceremony penerimaan dan pengalungan di Lanud Adisucipto.
hehehe. |
Saya sudah cukup
berterimakasih kepada TNI -AU bahwa penyambutan dengan 5 pesawat tempur telah
berjalan dengan mulus.
Satu tugas telah
selesai! Saya hanya mulai berpikir : tim saya akan mengalami banyak saat sulit selama perjalanan ...
Ehhh tapi mungkin karena saya rebel yaaa ..
jadi masih ada rasa penasaran. Memangnya
harus begitu yaaa prosesnya … hahahaha. Sapalah
sayaaaa …
4. Sekapur SIrih di Lanud Sultan
Iskandar Muda
Ini menarik lho. Banyak dengar kosa
kata “Sekapur Sirih” nahhh … di Aceh saya mendapatkan kalungan bunga dan
upacara pemberian sekapur sirih dari Bapak Bupatinya. Ini sisi lain dari Torch Relay yang
membanggakan. Bahwa kita diingatkan lagi tentang ragam budaya bukan hanya
sebatas kata dan kalimat.
Sekapur Sirih ini juga aku terima di
beberapa daerah lainnya di Sumsel. Ahhh
tersanjung deh …
Eh selain itu, ini adalah kejailan-kejailan tim lapangan.
Mereka mengatur rundown sehingga saya yang harus maju untuk menerima. “Jangan orang lain dong mbak!”. Ya
memang pada perjalanan itu saya yang senior. Dan saya sering menolak juga untuk memberikan
kata sambutan. Soalnya sudah jadi
seperti terformat kata-katanya hahaha.
Dari titik sat uke titik lainnya.
5. Berjibaku di Penerjunan Obor
Jakabaring
Seyogyanya event-event daerah terkait
Torch Relay dikoordinir oleh pemrov atau pemda. Termasuk event penerimaan Api
Obor yang diterjunkan di Jakabaring.
Namun karena satu dan lain hal, ada perubahan scenario dadakan yang
menyebabkan harus ada pergantian cepat di seluruh acara. Sementara yang akan
hadir adalah para petinggi TNI, POLRI, Kementrian dan Pemerintah Propinsi
Sumsel.
Bapak Kadispora Sumsel adalah
sahabat baik, beliau memberikan kewenangan penuh pada saya di saat-saat
akhir. Nahhhh … pergantian rundown ,
siapa yang harus membantu pelaksanaannya hahaha. Tak ada! Karena tim saya adalah tim Torch Relay
semata. Bukan prosesi ini. Wuahhhhhh … acara jam 6.30 pagi, rundown
berubah di jam 2 pagi. Ya sudahlah, saya
harus mampu melakukan sendiri. Tauuu ngak, saya ke stadion jam 4.30 pagi
bersama 2 orang staf untuk menyiapkan lebih dini, stadionnya belum dibuka
hahaha. Omar berusaha mencari pemegang
kunci. Baru sekitar jam 6.00 orangnya
ketemu dan dibukalah pintunya.
Lari sana sini, cari MC yang datang
telat, mengatur posisi pak Panglima dll.
Mengatur titik berhenti pasukan penerjunnya. Ahhh itu jadi sangat blingsatan.
Ada yang lucu juga, saat penaikan bendera negara2 di selasar
plaza Jakabaring, tanpa lagu. Hahhaa. Saya
mana tauuuu yaaaa. Itu terlewat. Harusnya
apa? Jadinya berasa sunyi yang lama sambil tangan posisi menghormat. Mana lagi
anak2 paskibranya walaupun sudah latihan sore hari masih salah tarik tali, jadi
makin lamaaaaa.
Gladi penaikan bendera |
Hadohhh. Bos udah nyeletuk :”Ini penghormatan bendera
terlama di dunia”. Wuahhhh. Nah saya mau celingak celinguk kemana ya. Saya hanya person dadakan yang membereskan
pada saat-saat akhir. Pura-pura ngak tau
aja.
Sesudah penyalaan mini cauldron maka
akan dimulai acara lari estafet obornya.
Jadi sesudah event dan protokoler, saya langsung koordinasi dengan semua titik awal
lari. Nah sementara para pelari utamanya
kan pejabat2 ini ya. Mereka masih di
area acara hahaha. Seharusnya ada LO yang sudah mengambil mereka untuk
ditunjukkan ke semua titik awal lari masing-masing. Ya sudahlah pasrah. Pada akhirnya
semua pelari bersama ajudannya lari ngibrit ke lokasinya. Semoga tidak nyasar yaaa hahahah.
Aku juga lari terbirit birit
mengejar konvoi ke titik nol.
Ehhh ada kapolda yang salah arah : “Pakkkkkk
bapak nyasar!!!”.
Dan masih ada drama konvoi dgn tim
yang tidak selaras. Sampai akhirnya aku
mengambil alih komando setelah berdebat keras dengan salah satu pejabat polri
di HT. Ini komandonya gue kok. Itupun sambil lariiiiii mengejar mobil patwal. Tidak terkejar ya naik ke mobil bak polisi
hahahah.
Perjuangan.
Tetapi sukaaaaa … karena sepanjang
jalan masyarakat menyambut dan berteriak : INDONESIA!
6. Lautan Manusia di Lampung.
Persiapan yang tidak mudah. Datang beberapa kali ke Lampung untuk berkoordinasi.
Pernah pulang naik Kapal Motor dari Bakahuni ke Merak, dan sesudahnya demam
berkepanjangan. Tetapi akhirnya terbayarkan ketika melihat lautan manusia di sepanjang
jalan yang dilalui.
Terharu.
Walaupun juga dimulai dengan
drama-drama lapangan. Karena pada hari tersebut hadir 4 pejabat Pusat dan juga
daerah. Kemudian banyak orang yang pada
saat pelaksanaan baru ada untuk mengatur, tanpa mengetahui perencanaan awalnya.
Termasuk pengusiran bis pelari yang akan jalan melalui jembatan. Nah kalau diusir gimana distribusi pelarinya
hahaha. Kalau dibilang dia yang punya daerahnya gimana?
Ya ngotot juga bisnya sudah terusir
keluar. Trus setelah ada masalah ngak
bisa jalan acaranya, siapa yang tanggung jawab hahaha. Seruuu ngak perlu gituuu.
Tapi terimakasih kepada seluruh panitia daerah. Dari awal
mereka yang sudah punya rute lengkap, lalu saat terakhir saya acak2 lagi. Hahahaha.
7. Mendapat amarah dari anggota Dewan
Animo besar penyambutan api obor ini tidak hanya pada masyarakat tetapi
juga kepada para pejabat. Biasanya pejabat akan menjadi Pembawa Obor di daerah
asalnya. Ada staf yang bertugas untuk mengatur jadwal para pembawa obor ini,
termasuk juga penerimaan keinginan untuk berpartisipasi.
Saking banyak dan sering berubah-ubah,
maka ada kealpaan. Seringkali
pejabat memaklumi, tetapi ada juga yang bisa sangat meradang.
Nah saya pernah kena yang meradang juga. Bukan karena kesalahan saya
sih.
Jadi pada perjalanan dari Bandung ke satu daerah, biasanya saya membuat check list call ke
Jakarta, nama pelari dll. Nahhhh … tiba2 ada informasi kalau ada
pejabat yang ingin lari di daerah tsb, tetapi terlupakan. Duerrr.
Saat ditelp si pejabat sedang ada di Tasikmalaya. Ya tentu saja dia marah, karena acara obor sudah
akan berlangsung. Sebagai jalan
penengah dari Jakarta akan menempatkan beliau di kota lainnya. Pejabat bilang : “Dia mau asal ada perwakilan
Inasgoc yang menghadap dia di daerah itu sore hari”
Yaaa sayalah, sapa lagi yang harus berhadapan.
Acara parade berlangsung meriah, tanpa pejabat itu. Usai itu saya datang ke lokasi tempat yang disepakati. Menunggu
hampir 4 jam, akhirnya saya bisa bertemu di ruang konferensi. Saya sudah menyiapkan mental sih. Toh kesalahan rekan saya berarti juga
kesalahan kita. Dan kita harus
bertanggung jawab untuk hal tsb.
Baru bersuara saya : “Pak saya Ayie dari Inasgoc”
Dengan balasan : “Saya tidak
perlu. Jangan berbahasa komunikasi yang
ngak perlu”
Hmmm. Saya membetulkan letak topi
saya sambil berkata pada diri sendiri : “Sabar”
Si bapak terus mengacungkan jempolnya : “Sudah, pergi sana”
Saya bertanya dong : “Maksudnya pak?”
Dia jawab : “Ini jempol masih teracung. Jangan sampai jempol ini turun. Kalau
turun artinya saya akan tendang kamu keluar”.
Ehhhh. Saya mengerenyit. Ini wakil rakyat? Bahasanya seperti itu?
Saya balas dengan senyum dan berkata akhir : “Baik pak, yang penting
saya sudah melaksanakan tugas saya dengan baik sesuai permintaan bapak”
Lalu saya tinggal orang yang katanya pejabat atau wakil rakyat itu.
Ahhhh … begitu rupanya.
Saya menepuk dada saya dan mengatakan : “Dia tidak sepadan”
Ya iyalahhhhhh sapa sayaaa. Cuma perempuan
kecil keriting yang mencoba untuk memperbaiki kesalahan tim. Dia yang sebesar itu dengan badan dan
jabatannya, mengatakan mau menendang
saya?
Saya keluarrrr lalu makan2 senang . dengan beberapa anggota tim konvoi saya yang
berbadan besar, yang menghargai saya
sebagai tim leader mereka. Menghapus kebencian.
8. Jakarta – Serang 1 jam saja
Satu hari itu saya baru pulang dari
Palembang pagi. Siangnya ada meeting di
Pusbang Film dan harus mengecek lokasi Asian Festival di GBK. Baru mau bersandar di FX, tiba2 ada telpon
meminta saya untuk segera ke Serang, Banten. Saat itu waktu menunjukkan jam 3.30
sore. Ada perintah untuk segera tiba di
Serang. Seberapa segerakah? 1 jam! Hahahhaa. Kenapa? Karena harus ada pejabat yang senior
di sana untuk menemani para pembawa obor.
Ya okelahhhh. Sejam by apa?
Helikopter? Anginnnn besar … jadi tak
mungkin
Jadi?
Mobil yang ngebut banget dengan
patwal di depannya
Ehhmmm ya daripada repot, naik aja
di mobil patwalnya yaa
Ngak usah 2 mobil gitu.
Brmmmmmmmm ngepottttt bener
Walaupun pak polisi udah bilang buuu
nanti kalau ngak biasa agak mual
Hahahaha
Yaaa saya mual.
Sampai sana rasanya perut menari
sana sini
Dannnn pas banget. Saat sampai … giliran lari dimulai.
Nahh belum habis kocokan perut,
belum tidur, harus memberikan penjelasan dan ikut lariiii hahahahha. Lari dengan baju seragam yang saya ambil dari stok dan kebesaran.
Ahh Ayieeee …. Untung kamu kuat.
Sesudahnya, saya balik lagi ke
Jakarta bersama oom2 polisi patwal ini
Dengan permintaan : “Pak ngak perlu
ngebut yaaa”
9. Jarang tidur
Kenapa? Karena kalau tidur, akan ada
masalah.
Selama perjalanan api obor, seluruh team terhubung
dengan HT satellite
Jadi dimanapun tim konvoi berada kita dapat
memonitor dan berkoordinasi
Banyak sekali perubahan di lapangan yang
membutuhkan keputusan cepat. Sehingga untuk memejamkan mata sebentar saja kita
merasa takut.
Takut salah!
Contohnya :
Di Makassar – semuanya sudah berjalan dengan
lancar.
Dari awal sampai menjelang akhir berjalan
sesuai dengan rencana.
HIngga pada saat kepulangan, saya merasa agak
flu sehingga minum obat flu yang membuat mengantuk.
Saya menunggu tim untuk bisa review akhir.
Ternyata tidak terjadi dan saya tertidur
sebentar
Saya pikir okelah. Tidak mungkin akan ada masalah lagi.
Jam 3.30 pagi saya juga sudah siap turun ke
lobby hotel untuk melepas rombongan yang rencananya akan ke rumah gubernuran
mengambil api yang diinapkan.
Seperti biasa, tim harus digubrak -gubrak dulu
baru semua rapih.
Awalnya saya bingung, anak2 muda sekarang
kenapa harus digubrak-gubrak begini ya. Lama-lama saya yang mengkondisikan diri
saya untuk siap lebih pagi selalu dibandingkan mereka.
Nah singkat kata rombongan obor kemudian jalan, tanpa saya.
Dari HT saya monitor :
“Lho kok perjalanan ke Bandara?”
Bukan seharusnya ke gubernuran ya?
Sekitar jam 4.30 ada telp masuk dari protokoler
: “Mbak rombongan belum datang?”
Wahhhhh … bener deh kejadian!
Rombongan bergerak ke bandara karena ternyata
setelah ditelusur mereka sudah mengambil api dari semalam. Katanya sudah berkoordinasi
dengan seseorang yang mereka bilang adalah protokoler pemprov. Tetapi si
protokoler merasa tidak menyepakati. Gubrakkk.
Para pejabat sudah menanti dan terjadi chaos pagi
hari.
Ini karena saya tertidur sebentar kannnn.
Dan saya tidak bertanya ke mana mereka akan
pergi?
Yahh seharusnya tidak perlu ditanya karena kita
memegang rundown yang sama
Ternyata ada perubahan yang tidak EO
komunikasikan.
Dan tidak dituangkan di rundown terbaru.
Berasa bodoh sih pagi itu.
Sudah dijaga sepenuh hati. Tetapi kecolongan.
Siapa yang harus bertanggung jawab?
Ya saya selaku ketua rombongan.
Saya bergegas berkemas.
Kemudian meluncur ke kantor Gubernuran untuk
menghadap PLT Gubernur.
Menunggu dan ketinggalan pesawat adalah resiko.
Itu buah dari kesalahan
Tetapi saya menemukan pejabat yang besar hati
Pak PLT Gubernur memaafkan dan menanyakan
salahnya di mana
Saya juga bingung jawabnya.
Terimakasih ya pak, sudah dimaafkan. |
Yang saya tau ketika saya menegur person in
charge di lapangan justru dia yang berteriak : “Lha mbak ke mana aja?”
Damn!
Saya harus super sabar dengan logika2 yang
absurb.
Ketika personnya bisa begitu meradang, padahal
mereka yang keliru.
Saya sendiri bodoh karena saya tidur sekejap
Diperlukan tenaga ekstra, kesabaran dan stamina
kuat utk memimpin tim dengan orang-orang2 berlogika absurb dan kelelahan.
Tapi sekarang saya menyayangi mereka. Karena dengan waktu yang relatif singkat mereka
berusaha keras melakukan. Mungkin inipun
di luar batas kemampuan mereka sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar